- Details
- Category: BERITA SEPUTAR PENGADILAN
- Hits: 2035
Sebagai Narasumber Pembinaan Kelompok Kadarkum Kelurahan Manguharjo Kota Madiun, Panitera PA Kota Sampaikan ”Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dalam Putusan Perceraian di Peradilan Agama” |30-06-2025|
SEBAGAI NARASUMBER PEMBINAAN KELOMPOK KADARKUM KELURAHAN MANGUHARJO KOTA MADIUN, PANITERA PA KOTA SAMPAIKAN ”PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK DALAM PUTUSAN PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA”
Panitera PA Kota Madiun Lucky Aziz Hakim, S.H.I., M.H. sebagai Narasumber dalam Pembinaan Kelompok Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) Kelurahan Manguharjo, Kecamatan Manguharjo Kota Madiun pada Senin, (30/6/2025). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Madiun tersebut bertempat di Kantor Kelurahan Manguharjo, Kecataman Manguharjo Kota Madiun Jl.Hayam Wuruk, No. 62 Kota Madiun pukul 11.00 WIB dan dipimpin oleh Kabag Hukum Sekretariat Daerah Kota Madiun Ika Puspitaria, S.H., M.M. serta dihadiri oleh jajaran bagian hukum Pemkot Madiun, Lurah beserta Perangkat, kelompok Kadarkum Kelurahan Manguharjo, Kecamatan Manguharjo Kota Madiun.
Dalam Pembinaan Kelompok Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) Kelurahan Manguharjo, Kecamatan Manguharjo Kota Madiun tersebut menghadirkan Narasumber dari Pengadilan Agama Kota Madiun yang diwaliki oleh Panitera PA Kota Madiun Lucky Aziz Hakim, S.H.I., M.H. dan Kejaksaan Negeri Kota Madiun.
Acara dibuka oleh Lurah Manguharjo berharap dengan adanya pembinaan terhadap kelompok kadarkum hari ini dapat mewujudkan masyarakat yang taat hukum dan kelompok kadarkum untuk melek hukum dapat bekerjasama dengan RT/RW untuk meningkatkan kesadaran masyarakat patuh hukum sehingga Kelurahan Manguharjo aman dan damai, tidak terjadi permasalahan hukum. Dilanjutkan dengan sambutan Kabag Hukum Sekretariat Daerah Kota Madiun Ika Puspitaria, S.H., M.M. menyampaikan bahwa hari ini merupakan serangkaian program kegiatan Penyuluhan Hukum Terpadu Kota Madiun Tahun 2025 dan hari ini dilakukan terhadap masyarakat kelompok Kadarkum Kelurahan Manguharjo, Kecamatan Manguharjo. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, dengan memahami hak dan kewajiban, mendorong masyarakat untuk mentaatinya peraturan serta mampu berperan aktif dalam menciptakan ketertiban dan keamanan di lingkungan masing-masing. Dalam materi kegiatan hari ini terkait undang undang perlindungan anak dan Undang-Undang KDRT. Dengan adanya pembinaan kelompok Kadarkum ini juga sebagai sharing permasalahan dan sharing ilmu penyelesaian masalah hukum masyarakat untuk mewujudkan budaya hukum masyarakat yang patuh serta tertib hukum sesuai peraturan perundang-undang an yang berlaku. Diharapkan dapat menyelesaikan permasalaahan hukum ditingkat kelurahan.
Selanjutnya dilakukan penyampaian materi oleh masing-masing Narasumber, dan dalam kesempatan yang diberikan Panitera PA Kota Madiun Lucky Aziz Hakim, S.H.I., M.H., menyampaikan tentang Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dalam Putusan Perceraian di Peradilan Agama. beliau mengawali pemaparan materi dengan menyampaikan Kewenangan Pengadilan Agama pada Pasal 49 Huruf A UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perkawinan/Ahwal Al-Syakhsiyah termasuk perceraian, Pasal 49 Huruf I UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Ekonomi Syariah/ Amwal Almaliyah dan pada Qanun No. 6 Tahun 2016 Tentang Qanun Jinayat tentang Pidana Islam/ Jinayah.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan tentang Konsep Perlindungan Perempuan dan Anak bahwa Perlindungan Perempuan adalah segala upaya yang ditujukan untuk melindungi perempuan dan memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya dengan memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis yang ditujukan untuk mencapai kesetaraan gender. Sedangkan Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Adapun Regulasi Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak di Indonesia. Untuk Regulasi Perlindungan Perempuan, diantaranya: UUD RI Tahun 1945, UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum. Sedangkan Regulasi Perlindungan Anak, yaitu: UU No 16 tahun 2019 Tentang Perkawinan, UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan anak, PERMA No 5 tahun 2019 tentang pedoman mengadili perkara dispensasi kawin. Kemudian Ruang Lingkup Perlindungan Perempuan dan Anak Dalam Lingkup Peradilan Agama, diantaranya: Perlindungan Hak Perempuan dalam Perkawinan dan Perceraian, Perlindungan Hak Perempuan melalui Pengetatan Prosedur Poligami, Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian, Perlindungan Hak-Hak Anak melalui Pengetatan Perkara Dispensasi Kawin. Aspek Perlindungan Perempuan dalam Perceraian di Peradilan Agama, meliputi:
- Pasal 39 ayat (1) UUP menyatakan: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan;
- Upaya perlindungan hak perempuan dalam perceraian harus dilakukan melalui prosedur persidangan di pengadilan;
- Perceraian di depan persidangan bertujuan untuk melindungi hak perempuan dari bentuk kesewenangan suami dalam menjatuhkan talak;
- Perceraian melalui persidangan akanmengakomodir hak-hak perempuan dan memberikan legalitas hukum berupa akta cerai yang berpengaruh terhadap pengurusan dokumen keperdataan lainnya.
Pelindungan Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian dituangkan dalam Pencantuman dalam amar putusan cerai talak bahwa hak istri pasca perceraian berupa nafkah iddah dan mut’ah dibayarkan sesaat sebelum ikrar talak; Pencantuman dalam amar putusan cerai gugat, selama diajukan dalam gugatan, bahwa akta cerai mantan suami diberikan setelah yang bersangkutan memenuhi hak mantan istri pasca perceraian; Untuk pemenuhan nafkah anak pasca perceraian, istri dapat mengajukan permohonan sita atas harta milik suami Hakim dapat menetapkan secara ex officio kewajiban nafkah anak kepada ayah ketika berdasarkan fakta di persidangan terbukti anak tinggal bersama ibunya.
Pada Data Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Kota Madiun (per Juni 2025) yang dimana pada Tahun 2021 Pengadilan Agama Kota Madiun Menerima Perkara Dispensasi Kawin sebanyak 11, Tahun 2022 ada 18 perkara, Tahun 2023 ada 20 perkara, Tahun 2024 ada 4 perkara dan per Juni 2025 sebanyak 4 perkara. Adapun Pelindungan Hak Anak melalui Pengetatan Dispensasi Kawin, yaitu: 1) Bentuk dan komitmen MA dalam perlindungan hukum terhadap hak anak diwujudkan dalam bentuk PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang pedoman mengadili perkara dispensasi kawin; 2) Dispensasi nikah merupakan suatu kebijakan yang diberikan oleh Pengadilan Agama, berupa penetapan kepada calon mempelai yang belum mencapai usia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan; 3) PERMA Nomor 5 tahun 2019 tentang pedoman mengadili perkara dispensasi kawin adalah aturan yang bersifat procedural (teknis pengaturan) bukan materiil sehingga kekuatannya bersifat dwinggen; 4) Dispensasi nikah diberikan berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis, sedangkan usia harus ditetapkan dengan konsekuensi sanksi yang tegas, agar dapat mengeliminir konflik dalam kehidupan rumah tangga. Kemudian adapula Pelindungan Hak Anak melalui Pengetatan Dispensasi Kawin yang dimana Permohonan dispensasi kawin harus diajukan oleh kedua orang tua anak yang dimohonkan dispensasi dengan menghadirkan anak yang dimohonkan dispensasi kawin, calon suami/istri, dan kedua orang tua calon suami/istri; Hakim harus memberikan nasihat terkait resiko perkawinan pada usia anak dan juga meminta keterangan pemohon, anak, calon suami/istri, dan kedua orang tua calon suami/istri dan kelalaian atas hal tersebut mengakibatkan penetapan batal demi hukum; Hakim memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dalam pemeriksaan perkara permohonan dispensasi kawin. Sejalan dengan hal tersebut, dalam pemeriksaan (Pasal 16 PERMA No 5 Tahun 2019) Hakim memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dengan:
- Mempelajari secara teliti dan cermat permohonan pemohon,
- Memeriksa kedudukan hukum pemohon,
- Menggali latar belakang dan alasan perkawinan anak,
- Menggali informasi terkait ada tidaknya halangan perkawinan,
- Menggali informasi terkait dengan pemahaman dan persetujuan anak untuk dikawinkan,
- Memperhatikan perbedaan antara usia anak dan calon suami/isteri,
- Mempertimbangkan kondisi psikologis, sosiologis, budaya, Pendidikan, Kesehatan, ekonomi anak dan orangtua berdasarkan rekomendasi psikolog, bidan, P2TP2A dan KPAI/KPAD,
- Mempertimbangkan ada atau tidaknya unsur paksaan psikis, fisik, seksual dan atau ekonomi
- Memastikan komitmen orangtua untuk ikut bertanggungjawab terkait masalah ekonomi, sosial, Kesehatan dan Pendidikan anak
“Adapun Hak-Hak Anak Pasca Perceraian, yakni: 1) Setiap anak berhak mendapat pemeliharaan, pendidikan, kesehatan, rumah dan lingkungan tempat tinggal yang baik lahir dan batin termasuk mendapatkan curahan kasih sayang; 2) Semua biaya kehidupan anak menjadi tanggung jawab ayah dan ibunya; 3) Hak untuk bertemu ayah dan ibunya bagi setiap anak pasca perceraian ayah dan ibunya. Dan Komitmen Mahkamah Agung dalam Memperkuat Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian diatur pada SEMA No 1 Tahun 2017 (Untuk memberi perlindungan hukum bagi hak-hak perempuan pasca perceraian, maka pembayaran kewajiban akibat perceraian, khususnya nafkah iddah, mut’ah dan nafkah madhliyah, dapat dicantumkan dalam amar putusan dengan kalimat dibayar sebelum pengucapan ikrar talak. Ikrar talak dapat dilaksanakan bila istri tidak keberatan atas suami tidak membayar kewajiban tersebut pada saat itu); SEMA No 3 Tahun 2018 (Isteri dalam perkara cerai gugat dapat diberikan mut’ah dan nafkah iddah sepanjang terbukti tidak nusyuz); SEMA No 2 Tahun 2019 (Dalam perkara cerai gugat dapat menambahkan kalimat sebagai berikut “yang dibayar sebelum Tergugat mengambil akta cerai”, dengan ketentuan amar tersebut dinarasikan dalam posita dan petitum gugatan Pembagian gaji suami/isteri yang PNS harus dinyatakan dalam amar putusan secara declatoir yang pelaksanaannya melalui instansi yang bersangkutan); SEMA No 5 Tahun 2021 (Untuk memenuhi asas kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of child) terhadap pembebanan nafkah anak, isteri dapat mengajukan permohonan penetapan sita terhadap harta milik suami sebagai jaminan pemenuhan nafkah anak dan objek jaminan tersebut diuraikan secara rinci dalam posita dan petitum gugatan, baik dalam konvensi, rekonvensi ataupun gugatan tersendir; SEMA No 1 Tahun 2022 (Untuk menjamin terwujudnya asas kepentingan terbaik bagi anak dalam perkara harta bersama yang objeknya terbukti satu-satunya rumah tempat tinggal anak, gugatan tersebut dapat dikabulkan, akan tetapi pembagiannya dilaksanakan setelah anak tersebut dewasa (berusia 21 tahun) atau sudah menikah).”, tutur Lucky Aziz Hakim, S.H.I., M.H.
Selanjutnya Panitera PA Kota Madiun, kelahiran Magetan tersebut menjelaskan mengenai Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun2 019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, bahwa Kehadiran PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin merupakan bentuk responsif Mahkamah Agung dalam menjawab permasalahan terkait Perkawinan usia anak. Sebagai lembaga yang menerima, memeriksa, mengadili dan memutus permohonan Dispensasi Kawin tentu Mahkamah Agung melalui Peradilan di bawahnya dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang besar tidak hanya untuk menciptakan keadilan namun tanpa meninggalkan kemanfaatan yang harus dicapai dalam hal ini tujuan utama dititikberatkan pada kepentingan anak. Sebagaimana pasal 2 norma a quo, Hakim mengadili permohonan Dispensasi Kawin berdasarkan asas kepentingan terbaik bagi anak, hak hidup dan tumbuh kembang anak, penghargaan atas pendapat anak, penghargaan atas harkat dan martabat manusia, non- diskriminasi, kesetaraan gender, persamaan di depan hukum, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Hal ini bertujuan untuk menjamin tumbuh kembang serta kepentingan terbaik bagi anak sebagai generasi masa depan bangsa. NO (Niet Ontvankelijke Verklaard). Dalam perspektif ini, Hakim harus benar-benar dapat memastikan kepentingan anak dengan menghadirkan anak secara langsung pada persidangan. Selanjutnya, Sebagaimana Pasal 12 ayat 1 dan 2 Norma a quo Hakim dalam persidangan pun diharuskan untuk memberikan nasihat kepada pemohon, anak, calon suami/istri dan orang tua/wali calon suami/istri tentang risiko perkawinan yang meliputi kemungkinan berhentinya pendidikan bagi anak, keberlanjutan anak dalam menempuh wajib belajar 12 tahun, belum siapnya organ reproduksi anak, dampak ekonomi, sosial, psikologi anak dan potensi perselisihan dan kekerasan dalam rumah tangga. Nasihat yang disampaikan oleh Hakim dipertimbangkan dalam penetapan dan apabila dalam hal Hakim tidak memberikan nasihat sebagaimana dimaksud di atas maka dapat mengakibatkan penetapan batal demi hukum. Selain itu, Hakim memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dengan salah satunya mempertimbangkan kondisi psikologis, sosiologis, budaya, pendidikan, kesehatan, ekonomi anak dan orang tua, berdasarkan rekomendasi Psikolog, Dokter/Bidan, Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Wanita dan Anak (P2TP2A) atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia/Daerah (KPAI/KPAD) sebagaimana tercantum pada pasal 16 huruf h norma a quo. Kehadiran PERMA Nomor 5 Tahun 2019 yang menekankan pada kepentingan terbaik bagi anak dan bukan tanpa alasan. Pada wanita, risiko kesehatan khususnya kesehatan reproduksi merupakan pertimbangan yang paling menonjol dari praktik perkawinan usia anak. Menurut data UNICEF wanita yang melahirkan pada usia 15 - 19 tahun berisiko mengalami kematian dua kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang melahirkan pada usia di atas 20 tahun.
“Perkawinan usia anak rentan dan berpotensi menghadapi beragam permasalahan mulai dari kesehatan fisik khususnya kesehatan reproduksi, kesehatan mental, hambatan psikologis dan sosial, dan yang tak kalah pentingnya adalah berpotensi mengalami kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak yang ke semuanya dapat berujung pada perceraian dan penelantaran anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut serta menambah beban ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan atau yang ikut menanggung kebutuhan dan keberlangsungan hidup anggota keluarga yang mengalami perceraian tersebut. Tidak hanya masalah kesehatan, perkawinan yang belum melampaui batas usia anak sangat mungkin terjadinya eksploitasi anak dan meningkatnya ancaman kekerasan terhadap anak. Di atas itu semua, perkawinan anak akan menimbulkan dampak buruk terhadap pendidikan anak. Kehadiran PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin dimaksudkan untuk dapat melihat secara komprehensif dan tuntas mengenai akar permasalahan mengapa para pihak mengajukan Dispensasi Kawin mengingat potensi kemudharatan pada dua sisi sama besarnya dan patut untuk dipertimbangkan. Dan usaha untuk menghadirkan perlindungan yang berorientasi pada kepentingan anak tidak hanya berada pada institusi dan/atau lembaga negara namun juga masyarakat di mana sang anak tumbuh lebih penting untuk menciptakan paradigma dan budaya yang mementingkan kepentingan tumbuh kembang anak sebagai penerus generasi mendatang.”, pungkas Panitera PA Kota Madiun.
Dilanjutkan dengan pemaparan oleh Narasumber dari Kejaksaan Negeri Kota Madiun. Usai pemaparan dari masing-masing Narasumber, dalam penyuluhan hukum dibuka diskusi terbuka penyampaian permasalah hukum yang dihadapi oleh masyarakat Kelurhan Kejuron, Kecamatan Taman Kota Madiun dan ditanggapi langsung oleh para Narasumber sesuai tupoksi masing-masing instansi. Adapun beberapa pertanyakan yang diajukan kepada PA Kota Madiun , meliputi: prosedur permohonan pernikahan dini, eksistensi penekanan pernikahan dini, gugatan nafkah anak pasca perceraian, perceraian bagi TKI/TKW yang diajukan di PA Kota Madiun. Menanggapi pertanyaan tersebut Panitera PA Kota Madiun selaku Narasumber menjelaskan tentang upaya dan peran Pengadilan Agama Kota Madiun dalam mewujudkan Pengadilan Agama yang ramah terhadap kaum rentan, yaitu upaya memberikan jaminan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian. Dan Pengadilan Agama Kota Madiun juga mempertimbangkan dampak perceraian terhadap anak-anak TKI/TKW dan memastikan terpenuhinya hak-hak. Kemudian penekanan angka pernikahan dini melalui berbagai upaya, seperti edukasi, pemberdayaan ekonomi, dan sosialisasi dampak negatif pernikahan dini pada siswa-siswi baik di Sekolah Tingkat Pertama maupun Sekolah Tingkat Menengah di wilayah Kota Madiun yang bekerjasama dengan Dinsos Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Madiun (PPPA).
Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap perilaku dan pola pikir masyarakat Kota Madiun khususnya Kelurahan Manguharjo, Kecamatan Manguharjo Kota Madiun dalam mematuhi hukum sehingga permasalahan-permasalahan di Kota Madiun semakin berkurang serta mewujudkan Kota Madiun dengan masyarakat yang taat terhadap aturan hukum.