- Details
- Category: BERITA SEPUTAR PENGADILAN
- Hits: 928
Panitera PA Kota Madiun Menyapa Masyarakat Melalui Siaran LPPL Radio Suara Madiun, Sampaikan “Dispensasi Kawin dalam Perspektif perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak” |20-08-2025|
PANITERA PA KOTA MADIUN MENYAPA MASYARAKAT MELALUI SIARAN LPPL RADIO SUARA MADIUN, SAMPAIKAN “DISPENSASI KAWIN DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK”
PA Kota Madiun kembali menyapa masyarakat Kota Madiun melalui siaran LPPL Radio Suara Madiun, program “Aspirasi dan Solusi” dengan wawancara sekaligus dialog interaktif yang mengudara langsung melalui Streaming On LPPL Radio Suara Madiun FM 93.00 Mghz pada Rabu, (20/8/2025).
Bertempat di ruang siaran LPPL Radio Suara Madiun, Jl. Perintis Kemerdekaan Kota Madiun pukul 15.00 WIB. Dialog interaktif kali ini mengupas tentang “Dispensasi Kawin dalam Perspektif perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak” dengan Narasumber Panitera PA Kota Madiun Lucky Aziz Hakim, S.H.I., M.H. Selain mengudara langsung melalui Streaming On LPPL Radio Suara Madiun FM 93.00 Mghz dialog interaktif ini juga disiarkan langsung live streaming melalu chanel Youtube 93.00 FM Radio Suara Madiun.
Dalam kesempatan ini Panitera PA Kota Madiun mengawali pemaparan dengan menjelaskan bahwa dalam PERMA No. 5 Tahun 2019 Anak merupakan amanah Tuhan dengan hak untuk tumbuh dan berkembang secara utuh. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (CRC) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW). Kedua instrumen ini menekankan bahwa setiap keputusan yang menyangkut anak harus berdasarkan kepentingan terbaik anak. UU Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974 jo. UU No. 16 Tahun 2019) menetapkan batas usia perkawinan 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Namun, dalam keadaan tertentu pengadilan dapat memberikan dispensasi kawin. Sebelum adanya peraturan ini, tidak ada pedoman rinci mengenai proses pengajuan dan pemeriksaan permohonan dispensasi kawin di pengadilan. Oleh karena itu, Mahkamah Agung menerbitkan PERMA ini untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan anak.
Lebih lanjut memapatkan terkait (Pasal 1) bahwa Anak: Belum berusia 19 tahun atau belum pernah kawin; Orang Tua/Wali: Ayah/ibu kandung atau wali yang sah; Dispensasi Kawin: Izin pengadilan bagi calon suami/istri di bawah 19 tahun untuk menikah; Kepentingan Terbaik Anak: Perlindungan, pengasuhan, kesejahteraan, kelangsungan hidup, dan tumbuh kembang anak; Pendamping: Individu/organisasi yang mendukung anak agar merasa aman dalam persidangan; Pekerja Sosial & Tenaga Kesejahteraan Sosial: Profesional yang membantu penanganan masalah sosial anak; Pengadilan: Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah. Pada (Pasal 2) dijelaskan bahwa Hakim wajib mengadili berdasarkan asas: Kepentingan terbaik anak; Hak hidup, tumbuh, dan berkembang.; Menghormati pendapat anak; Non-diskriminasi & kesetaraan gender; Persamaan di depan hukum; Keadilan, kemanfaatan, kepastian hukum; Penghormatan harkat dan martabat manusia. Pada pasal 3 termuat Tujuannya adalah Menjamin perlindungan hak anak; Meningkatkan tanggung jawab orang tua dalam mencegah perkawinan anak; Mengidentifikasi adanya unsur paksaan dalam permohonan; Mewujudkan standarisasi proses dispensasi kawin di pengadilan. Pada Pasal 4- 5 dijelaskan Ruang Lingkup & Syarat Administrasi, meliputi: Berlaku bagi semua permohonan dispensasi kawin berdasarkan UU Perkawinan; Dokumen yang wajib disertakan; Surat permohonan; Fotokopi KTP orang tua/wali; Fotokopi KK; Akta kelahiran anak & calon pasangan; Ijazah terakhir atau surat keterangan masih sekolah; Jika dokumen tidak lengkap, dapat diganti dokumen lain yang menjelaskan identitas dan status pendidikan anak. Pengajuan Permohonan dijelaskan pada Pasal 6–8, dimana Hanya orang tua yang berhak mengajukan; Jika orang tua bercerai → bisa diajukan bersama atau salah satu dengan hak asuh; Jika orang tua meninggal/tidak diketahui → diajukan oleh wali; Jika calon suami dan istri sama-sama di bawah umur, permohonan harus diajukan untuk keduanya di pengadilan sesuai domisili orang tua masing masing; Jika berbeda agama → diajukan sesuai agama anak. Pemeriksaan Perkara (Pasal 9–16): Kehadiran Wajib (Pasal 10): Anak, calon suami/istri, orang tua/wali dari kedua pihak; Jika tidak hadir sampai 3 kali sidang - permohonan tidak diterima; Hakim dalam Sidang (Pasal 11–12): Menggunakan bahasa sederhana yang dipahami anak. Tidak menggunakan atribut sidang saat memeriksa anak. Memberikan nasihat tentang risiko perkawinan anak, antara lain: Pendidikan bisa terhenti. Wajib belajar 12 tahun terancam gagal. Organ reproduksi belum siap. Risiko ekonomi, sosial, psikologis. Potensi konflik dan KDRT. Jika hakim tidak memberi nasihat - putusan batal demi hukum. Sedangkan Keterangan Wajib (Pasal 13–14): Hakim harus mendengar anak, calon suami/istri, orang tua/wali kedua belah pihak. Memastikan anak setuju atau ada paksaan. Menilai kondisi psikologis, kesehatan, dan kesiapan anak.
Pertimbangan Tambahan dimuat dalam Pasal 15–16) yang dimana Anak dapat diperiksa tanpa orang tua atau melalui komunikasi jarak jauh. Dapat didampingi psikolog, pekerja sosial, P2TP2A, atau KPAI. Hakim wajib menggali latar belakang, kesiapan, dan perbedaan usia calon mempelai. Mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, serta komitmen orang tua.
Penetapan Hakim (Pasal 17): Dalam memutus, hakim wajib mempertimbangkan:
➢ Perlindungan dan kepentingan terbaik anak.
➢ Nilai hukum, kearifan lokal, rasa keadilan masyarakat.
➢ Konvensi dan perjanjian internasional tentang perlindungan anak.
Upaya Hukum (Pasal 18–19): Hukum acara perdata tetap berlaku sepanjang tidak diatur khusus. Terhadap penetapan dispensasi kawin, hanya bisa diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Klasifikasi Hakim (Pasal 20): Diutamakan Hakim Anak yang sudah memiliki SK dari MA, pelatihan khusus, atau sertifikat peradilan anak. Jika tidak ada, hakim biasa dapat mengadili. Ketentuan Penutup dijelaskan pada Pasal 21. PERMA ini berlaku sejak 21 November 2019. Ditetapkan sebagai pedoman resmi agar hakim mengedepankan perlindungan anak dalam perkara dispensasi kawin.
Diakhir pemaparan, Panitera PA Kota Madiun menyampaikan bahwa PERMA No. 5 Tahun 2019 hadir untuk memastikan bahwa dispensasi kawin bukan hanya formalitas, tetapi melalui proses pengadilan yang ketat, melindungi anak, dan menilai kesiapan mereka secara menyeluruh. Hakim wajib memperhatikan kepentingan terbaik anak, mendengar langsung pendapat anak, memberi nasihat, serta mempertimbangkan aspek psikologis, kesehatan, pendidikan, sosial, dan ekonomi sebelum mengabulkan permohonan. Dan PA Kota Madiun telah melaksanakan:
- Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Madiun dengan PA Kota Madiun tentang Jaminan Pemenugan Hak-Hak Perempuan dan Anak di Kota Madiun
- Perjanjian Kerjasama antara Dinas Sosial PPPA dengan PA Kota Madiun tentang Sinergi Perencanaan dan Pelaksanaan Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak di Kota Madiun
- Kesepakatan Bersama antara PA Kota Madiun dengan MUI Kota Madiun tentang Layanan Sosialisasi dan Edukasi Hukum Islam pada Masyarakat Kota Madiun
- Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Madiun dengan PA Kota Madiun tentang Peningkatan Pelayanan Administrasi Kependudukan Melalui Sistem Informasi Layanan Administrasi Kependudukan dengan Pengadilan Agama.
Usai pemaparan materi, dalam dialog interaktif yang mengudara langsung melalui Streaming On LPPL Radio Suara Madiun FM 93.00 tersebut juga dibuka sesi tanya jawab yang ditanggapi langsung oleh selaku Narasumber dengan memberikan solusi-solusi dari berbagai pertanyaan tersebut. Closing Statement, Panitera PA Kota Madiun Lucky Aziz Hakim, S.H.I, M.H. tersebut berpesan kepada masyarakat Kota Madiun memahami bahwa adanya dispensasi kawin bukan untuk melegalkan pernikahan dibawah umur, namun sebagai solusi hukum yang sifatnya darurat, dan mohon kepada seluruh masyarakat untuk berperan aktif dalam mengurangi angka pernikahan dibawah umur.