- Details
- Category: BERITA SEPUTAR PENGADILAN
- Hits: 5347
PA Kota Madiun Sapa Masyarakat Melalui Siaran LPPL Radio Suara Bersama Hakim Arina Kamiliya, S.H.I., M.H. “Isu Kontemporer dalam Keluarga” |21-05-2025|
PA KOTA MADIUN SAPA MASYARAKAT MELALUI SIARAN LPPL RADIO SUARA BERSAMA HAKIM ARINA KAMILIYA, S.H.I., M.H. “ISU KONTEMPORER DALAM KELUARGA”
PA Kota Madiun sapa masyarakat Kota Madiun melalui siaran LPPL Radio Suara Madiun dalam program “Aspirasi dan Solusi” bersama Hakim Arina Kamiliya, S.H.I., M.H. dengan wawancara sekaligus dialog interaktif yang mengudara langsung melalui Streaming On LPPL Radio Suara Madiun FM 93.00 Mghz pada Rabu, (21/5/2025).
Bertempat di ruang siaran LPPL Radio Suara Madiun, Jl. Perintis Kemerdekaan Kota Madiun pukul 15.00 WIB, dalam dialog interaktif bersama Hakim Arina Kamiliya, S.H.I., M.H. mengangkat tema “Isu Kontemporer dalam Keluarga”. Selain mengudara langsung melalui Streaming On LPPL Radio Suara Madiun FM 93.00 Mghz dialog interaktif ini juga disiarkan langsung live streaming melalu chanel Youtube 93FM Radio Suara Madiun.
Mengawali dialog menyampaikan bahwa Pembaharuan hukum Islam memang dapat dilakukan melalui dua pendekatan utama: legislasi dan yurisprudensi. Legislasi adalah proses penetapan hukum melalui undang-undang, sedangkan yurisprudensi adalah hukum yang terbentuk melalui keputusan pengadilan. Kedua pendekatan ini berperan penting dalam mengembangkan hukum Islam agar tetap relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Lebih lanjut, beliau memaparkan tentang pendekatan hukum Islam terhadap Perkawinan Dini, Perceraian, Nafkah Anak, Harta Bersama, Hak Waris, Kewalian, Hak Asuh Anak, Perubahan Sosial dan Perkembangan Teknologi, Globalisasi, dan Pemikiran Hukum dan Interpretasi. Pertama, dalam pendekatan hukum Islam terhadap Perkawinan Dini bahwa Pernikahan di bawah umur, terutama yang tidak didaftarkan, menjadi isu krusial karena berdampak negatif terhadap kesehatan dan pendidikan anak-anak; Dampak sosial dan ekonomi dari pernikahan dini juga perlu diperhatikan, karena dapat membatasi kesempatan pendidikan dan pekerjaan bagi anak perempuan; Perkara Dispensasi Nikah melonjak pasca perubahan kedua UU No 16 tahun 2019 tentang perkawinan yang mengatur tentang batas usia kawin bagi anak perempuan menjadi 19 tahun; Dalam hal menyidangkan perkara dispensasi kawin, hakim harus berpatokan pada PERMA Nomor 5 Tahun 2019; Hal yang harus diperhatikan dalam mengidentifikasi perkara dispensasi kawin adalah: Anak yang diajukan dalam permohonan mengetahui dan menyetujui rencana perkawinan; Kondisi psikologis, kesehatan dan kesiapan anak untuk melangsungkan perkawinan dan membangun kehidupan rumah tangga; Paksaan psikis, fisik, seksual atau ekonomi terhadap anak dan/atau keluarga untuk kawin atau mengawinkan anak. Kemudian Kedua, Isu Kontemporer dalam Keluarga melalui pendekatan hukum Islam terhadap Perceraian, diantaranya Permasalahan perceraian sering kali melibatkan aspek hukum yang rumit, seperti pembagian harta bersama, hak asuh anak, dan nafkah anak; Perbedaan pendapat mengenai hak-hak dalam perceraian, baik dari suami maupun istri, dapat menjadi sumber perselisihan; Panggilan kepada para pihak dan bisa menjadi celah untuk mempersulit masing-masing pihak; dalam PERMA 3 Tahun 2017 isteri dalam perkara cerai gugat dapat diberikan nafkah iddah dan mut’ah sepanjang tidak terbukti nusyuz; Pemahaman tentang istri yang nusyuz; SEMA Nomor 1 Tahun 2017 “Pembayaran kewajiban akibat perceraian, khususnya nafkah iddah, mut’ah, dan nafkah madliyah, dapat dicantumkan dalam amar putusan dengan kalimat dibayar sebelum pengucapan ikrar talak”; SEMA Nomor 3 Tahun 2018 “Hakim dalam menetapkan nafkah madhiyah, nafkah iddah, mut’ah dan nafkah anak, harus mempertimbangkan rasa keadilan dan kepatutan dengan menggali fakta kemampuan ekonomi suami dan fakta kebutuhan dasar hidup istri dan/atau anak”; SEMA Nomor 2 Tahun 2019 “Amar pembayaran kewajiban suami terhadap istri pasca perceraian dalam perkara Cerai gugat dengan menambahkan kalimat: “yang dibayar sebelum Tergugat mengambil akta cerai”, dengan ketentuan amar tersebut dinarasikan dalam posita dan petitum gugatan.” “Nafkah lampau (nafkah madliyah) anak yang dilalaikan oleh ayahnya dapat diajukan gugatan oleh ibunya atau orang yang secara nyata mengasuh anak tersebut.”; SEMA Nomor 5 Tahun 2021 (Terbaru) “Terhadap pembebanan nafkah anak, isteri dapat mengajukan permohonan penetapan harta milik suami sebagai jaminan pemenuhan nafkah anak dan objek jaminan tersebut diuraikan secara rinci dalam posita dan petitum gugatan, baik dalam konvensi, rekonvensi ataupun gugatan tersendiri”; SEMA Nomor 3 tahun 2023 “Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga diikuti dengan telah berpisah tempat tinggal paling singkat 6 (enam) bulan kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan KDRT.”; Alasan filosofis dan praktis perceraian minimal 6 bulan pisah rumah. Pertama, perpisahan selama 6 (enam) bulan memberikan ruang bagi pasangan untuk melakukan introspeksi, menimbang kembali alasan perceraian, dan mempertimbangkan konsekuensi yang akan timbul. Hal ini dapat membantu mencegah perceraian yang dilakukan secara terburu-buru atau karena pengaruh emosi jangka pendek. Kedua, untuk memberi kesempatan kedua belah pihak untuk Rekonsiliasi, karena selama masa perpisahan, pasangan mungkin menemukan kembali kebersamaan dan kemauan untuk menyelesaikan masalah. Ini memberikan peluang untuk memperbaiki hubungan dan menghindari perceraian yang tidak perlu. Ketiga, perceraian memberikan waktu bagi pasangan untuk mengatur urusan bersama seperti pembagian aset, tanggung jawab finansial, dan pengaturan anak-anak. Ini membantu menghindari konflik yang lebih besar di kemudian hari saat proses perceraian berlangsung. Keempat, sebagai "Cooling-Off Period" yang mencegah perceraian yang bersifat impulsif atau tidak terencana dengan baik. Ini memberikan waktu bagi pasangan untuk meredakan emosi negatif dan mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari perceraian. Kelima, untuk mencegah Perceraian yang Impulsif, sehingga pasangan diharapkan dapat lebih rasional dan objektif dalam menilai hubungan kedua belah pihak, sehingga mengurangi kemungkinan perceraian yang didasari oleh emosi sesaat. Keenam, sebagai upaya memastikan kejelasan terkait alasan dan konsekuensi perceraian, sehingga dapat menghindari perselisihan yang lebih besar di kemudian hari.
Ketiga, Isu Kontemporer dalam Keluarga melalui pendekatan hukum Islam terhadap Nafkah anak, diantaranya: Nafkah lampau (nafkah madliyah) anak yang dilalaikan oleh ayahnya dapat diajukan gugatan oleh ibunya atau orang yang secara nyata mengasuh anak tersebut; Rumusan Hukum ini mengelemenir putusan Mahkamah Agung yang menempatkan nafkah isteri pada posisi lit tamlik, sehingga apabila tidak dipenuhi dapat diajukan gugatan nafkah madhiyah; Nafkah anak ditempatkan pada posisi lil intifa’ yang maksudnya apabila tidak dipenuhi tidak dapat diajukan gugatan nafkah anak madhiyah. Selanjutnya Isu Kontemporer dalam Keluarga melalui pendekatan hukum Islam terhadap Harta Bersama, yakni: Pembagian harta bersama dalam pasal 97 KHI adalah bersifat mengatur (regelen) bukan memaksa (dwingon); Dalam beberapa kasus tertentu, ketentuan ini bisa disimpangi dengan melakukan kontekstualisasi melalui pendekatan maqashid syariah terhadap substansi perkara; Pembagian harta bersama tidak mutlak dibagi ½ untuk masing-masing pihak, tapi melihat besarnya kontribusi salah satu pihak terhadap perolehan harta bersama dan komitmen terhadap janji suci perkawinan. Keempat, Isu Kontemporer dalam Keluarga melalui pendekatan hukum Islam terhadap Hak Waris, yaitu: Penyelesaian perkara waris, terutama bagi anak luar kawin atau ahli waris non-muslim, sering kali menimbulkan perdebatan hukum; Ketidakjelasan aturan waris dalam beberapa kasus, seperti hak waris anak luar kawin, dapat menyebabkan konflik dan ketidakadilan; Anak Pewaris yang berbeda agama dengan pewaris bisa mendapatkan bagian harta warisan melalui jalan wasiat wajibah (Putusan MA RI No 368.K/AG/1995, Putusan MA RI No 51.K/AG/1999, dan Putusan MA RI No16.K/AG/2010); Pemberian wasiat wajibah kepada anak yang beda agama tidak melebihi dari 1/3 bagian harta warisan (Analogi pasal 209 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam; Dalam sistem kewarisan Islam, kedudukan anak perempuan tidak dapat menghijab saudara laki-laki; Dalam sistem kewarisan di Indonesia, kedudukan anak perempuan menghijab posisi saudara kandung pewaris berdasarkan yurisprudensi MA Nomor: 86 K/AG/1994 Tanggal 27 juli 1996 dan No 184 K/AG/1995 Tanggal 30 September 1996; Putusan MA tersebut berpijak pada penafsiran QS. An-Nisa ayat 11 yang selaras dengan pendapatnya Ibnu Abbas; Ibnu Abbas berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata “walad”(anak) dalam ayat tersebut di atas mencakup anak laki-laki dan anak perempuan. Kelima, Isu Kontemporer dalam Keluarga melalui pendekatan hukum Islam terhadap Kewalian, yakni: Perwalian, terutama kewalian bagi anak di bawah umur, sering kali menjadi isu yang rumit, terutama ketika orang tua tidak mampu atau tidak bersedia menjalankan kewalian tersebut; Perubahan sosial dan ekonomi juga dapat mempengaruhi cara orang tua menjalankan kewalian, misalnya dalam hal pemberian izin atau pengawasan atas anak. Isu Kontemporer dalam Keluarga melalui pendekatan hukum Islam terhadap Hak Asuh Anak, diantaranya:Perdebatan mengenai hak asuh anak sering kali terjadi setelah perceraian, terutama ketika orang tua tidak sepakat mengenai tempat tinggal dan pengawasan anak; Dampak psikologis dan sosial bagi anak akibat perceraian dan perselisihan hak asuh juga perlu diperhatikan.
“Selanjutnya, Keenam Isu Kontemporer dalam Keluarga melalui pendekatan hukum Islam terhadap Perubahan Sosial dan Perkembangan Teknologi: Perubahan sosial, seperti peningkatan kesadaran dan hak-hak perempuan, dapat mempengaruhi cara masyarakat memahami dan menerapkan hukum keluarga Islam; Perkembangan teknologi, seperti internet dan media sosial, juga dapat mempengaruhi cara masyarakat berkomunikasi dan berinteraksi dalam keluarga, serta berdampak pada kasus perceraian dan perwalian. Ketujuh, Isu Kontemporer dalam Keluarga melalui pendekatan hukum Islam terhadap Globalisasi: Globalisasi dapat membawa pengaruh budaya dan hukum dari negara lain, yang dapat memicu perdebatan mengenai penerapan hukum keluarga Islam dalam masyarakat modern; Perbedaan pendapat mengenai penerapan hukum keluarga Islam dalam masyarakat modern, terutama dalam hal perkawinan campuran dan hak-hak perempuan, dapat menjadi isu penting. Dan terakhir Isu Kontemporer dalam Keluarga melalui pendekatan hukum Islam terhadap Pemikiran Hukum dan Interpretasi meliputi: Perbedaan pendapat mengenai interpretasi hukum Islam, terutama dalam hal perkawinan, perceraian, dan hak waris, dapat menjadi sumber perselisihan; Perlu adanya pendekatan yang lebih terbuka dan dinamis dalam memahami dan menerapkan hukum keluarga Islam, serta mempertimbangkan konteks sosial dan budaya yang terus berkembang.”, tutur Hakim Arina Kamiliya, S.H.I., M.H.
Dalam dialog interaktif yang mengudara melalui langsung melalui Streaming On LPPL Radio Suara Madiun FM 93.00 Hakim PA Kota Madiun Arina Kamiliya, S.H., M.H. ini pun membuka sesi tanya jawab yang langsung ditanggapi dengan menjawab dan memberikan solusi-solusi dari berbagai pertanyaan tersebut. Closing Statement, Hakim Pengadilan Agama Kota Madiun Arina Kamiliya, S.H., M.H. berpesan kepada masyarakat Kota Madiun untuk sadar hukum demi terciptanya masyarakat yang tertib, tenteram, damai dan berkeadilan. Dan Pengadilan Agama Kota Madiun memiliki komitmen untuk melindungi hak-hak setiap orang, terutama pemenuhan hak perempuan dan anak yang berperkara di Pengadilan Agama Kota Madiun.